Budaya 

Merwan Yusuf, Sosok di Balik Lukisan di Museum Tsunami

MUNGKIN tak banyak yang tahu bahwa Merwan Yusuf adalah orang di balik sejumlah lukisan yang kini dipajang di Museum Tsunami Aceh. Jangan salah, Merwan bukan pencipta lukisan-lukisan itu. Lalu, apa peran Merwan? 

Alkisah pada 2009, Merwan diundang Muhammad Nazar, wakil gubernur kala itu, ke Aceh. Tujuannya adalah menjadi kurator pameran lukisan di Museum Tsunami Aceh. Acara itu menjadi bagian dari Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) V. Acara lain yang tak biasa ada ketika PKA adalah Aceh International Literary Festival (Ailfest). Pameran dan festival itu memberi warna lain PKA.

Merwan Yusuf dikenal luas dalam dunia seni rupa Indonesia sebagai kurator, termasuk pernah menjadi kurator di Galeri Nasional di Jakarta. Ia adalah lulusan Sorbonne, Perancis, dan memiliki pengalaman menangani berbagai pameran seni. Itu sebabnya Nazar mengajaknya ke Aceh untuk menangani pameran seni rupa itu. Ide pameran itu  muncul setelah beberapa kali pertemuan di Jakarta.

Beberapa pelukis yang karyanya dipamerkan dan dilelang antara lain Mahdi Abdullah, Round Kelana, Sahirman, Sayed Rabadian, dan Restu (pematung). Total ada sekitar 21 lukisan yang dipamerkan. Sebagaimana halnya pameran, sebuah katalog pun pameran diterbitkan.

“Satu eksemplar katalog itu masih kusimpan,” kata Merwan ketika berjumpa di acara di halal bihalal warga Aceh di Buperta Cibubur Jakarta, Kamis (23/5/2024). Merwan yang baru saja kembali dari Eropa setelah mengunjungi anaknya menyempatkan hadir pada acara itu untuk kangen-kangenan dengan teman-temannya dari Aceh sekaligus kuliner Aceh.

Kehadirannya sekaligus bentuk pelepas rindu. Ia diantar oleh taksi online, namun karena padatnya kendaraan, ia harus berjalan kaki beberapa meter dari pintu gerbang menuju lokasi acara. “Ya lumayan jauh, tapi santai aja,” ujarnya.

Penyair Fikar W. Eda (kiri) dan Devie Matahari (tengah) bersama Merwan Yusuf (kanan) dalam acara Halabihalal Masyarakat Aceh di Cobubur, Jakarta.Â

 

Kembali ke pameran itu, Merwan bercerita, persiapan pameran itu tidak mudah. Merwan Yusuf masih ingat dengan jelas saat harus mencari bingkai untuk lukisan yang akan dipamerkan. Ia pergi ke toko bingkai di Jalan Mohd Jam, Banda Aceh, lalu membawa lukisan yang sudah dibingkai dengan berjalan kaki menuju Museum Tsunami yang letaknya tidak terlalu jauh, meskipun cukup melelahkan melintasi Blang Padang.

Pameran itu menghadirkan karya-karya seniman Aceh seperti Round Kelana, Syahirman, Mahdi Abdullah, Said Akram, dan lain-lain. Kerjanya tak sia-sia. Semua lukisan yang dipamerkan bertema peristiwa tsunami itu terjual dengan harga Rp10 juta hingga Rp25 juta per lukisan. Salah satu yang membeli lukisan di pameran itu adalah Muhammad Nazar.

Nazar memilih lukisan abstrak yang mendokumentasikan peristiwa tsunami 26 Desember 2004  karya Said Akram. Karya yang dibuat pada 2007 berukuran 245×145 cm itu menggambarkan ombak tsunami  dan matahari gelap yang seakan-akan menangis akibat dahsyatnya musibah itu. “Saya tertarik dengan lukisan itu, karena saya suka aliran abstrak,” kata Nazar kala itu.

Pembeli lain lukisan-lukisan itu adalah para pejabat Pemerintah Aceh dan Kota Banda Aceh. Namun setelah dibeli, semua lukisan tersebut dihibahkan kepada Museum Tsunami. Namun, setelah itu, Merwan Yusug tidak tahu lagi bagaimana kabar lukisan-lukisan tersebut. Pernah beberapa lukisan dipajang di ruang kantor museum, namun kini tidak tahu lagi keberadaannya.

Namun dalam percakapan terbaru antara Muhamad Ihwan, Kepala Balai Arsip Statis dan Tsunami (BAST) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Aceh, dengan Kepala Museum Tsunami Aceh, dikonfirmasi bahwa semua lukisan kini telah dipajang kembali di ruangan lantai 2 samping aula. “Kondisinya semakin baik dengan bingkai kaca,” jelas Kepala Museum Tsunami kepada Muhammad Ihwan. “Alhamdulillah, sebab itu sangat bersejarah,” kata Merwan Yusuf mendengar informasi terbaru itu.

Ia mengatakan sejarah penting pameran dan lelang lukisan yang tidak hanya menjadi bagian dari upaya pemulihan pasca-tsunami, tetapi juga menjadi catatan bersejarah dalam dunia seni rupa Indonesia. “Dengan kabar terbaru dari Kepala Museum Tsunami, kami merasa lega dan bahagia mengetahui bahwa karya-karya tersebut sekarang dipajang rapi dan terlindungi dengan baik. Semoga karya-karya ini terus dihargai dan dijaga dengan baik untuk generasi mendatang,” kata Merwan Yusuf.

FIKAR W. EDA

Berita Terkait

Leave a Comment