Saudi Naikkan Harga BBM 50 Persen
RIYADH – Ketika perhatian dunia terfokus pada konflik diplomatik Arab Saudi dan Iran, di dalam negeri sendiri rakyat Saudi sedang menghadapi “economic bomb”, menurut istilah CNN Money, karena pemerintah mulai kehabisan uang akibat anjloknya harga minyak dunia dan tingginya beban subsidi negara.
Persediaan dana tunai Saudi sangat menipis sehingga pemerintah menaikkan harga bensin 50% dan membuat warga Saudi mengantri panjang di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) hari Senin (4/1) lalu sebelum harga baru berlaku.
Sebagai catatan, kenaikan harga yang drastis ini sebetulnya tidak menciptakan harga yang luar biasa dalam standar dunia.
Harga bensin sebelumnya hanya 16 sen Amerika (Rp 2.224) per liter, salah satu yang termurah di dunia. Sekarang harga naik menjadi maksimal 24 sen Amerika (Rp 3.336) per liter, masih sangat murah.
“Banyak warga Saudi mengendarai mobil-mobil SUV (sport utility vehicle) yang besar dan tidak memiliki konsep menghemat bensin,” kata Robert Jordan, mantan duta besar Amerika Serikat di Arab Saudi, seperti dikutip CNN Money.
Kenaikan harga bensin in hanya permulaan. Dalam waktu dekat pemerintah akan menaikkan tarif air dan listrik, dan menunda belanja infrastruktur.
Ini merupakan kebijakan yang lazim dilakukan suatu pemerintahan ketika mulai kekurangan dana tunai. Namun khusus bagi Saudi, situasinya sangat problematik karena sebagian besar warga Saudi bekerja di sektor publik.
Faktor lain, sekitar 75% anggaran pemerintah Saudi berasal dari minyak. Harga minyak telah terjun bebas dari di atas US$ 100 per barel menjadi sekitar US$ 36 sekarang ini.
Beban Berat Subsidi
Pemerintah Saudi menggunakan kekayaan minyaknya untuk memberikan tunjangan yang sangat murah hati kepada warga negara. Ketika gerakan revolusi Arab Spring mengguncang Timur Tengah pada 2011 dan mengancam pemerintahan monarki seperti Saudi, maka Raja Saudi menggelontorkan dana subsidi lebih banyak lagi untuk meredam situasi.
Berikut ini subsidi dan tunjangan-tunjangan yang diterima warga Saudi:
– Subsidi harga bensin besar besaran (semula 16 sen per liter, sekarang 24 sen).
– Layanan kesehatan gratis.
– Sekolah gratis.
– Subsidi air dan listrik.
– Tak ada pajak pendapatan.
– Dana pensiun masyarakat.
– Sekitar 90% tenaga kerja Saudi dipekerjakan oleh pemerintah.
– Seringkali pegawai negeri bergaji lebih tinggi dari pegawai swasta.
– Tunjangan pengangguran (berlaku sejak 2011 sebagai reaksi atas Arab Spring).
– Dana pembangunan, yaitu pinjaman bebas bunga untuk membantu pemilikan rumah dan membuka usaha.
Defisit Besar
Tampaknya Saudi harus mulai memajaki rakyatnya, karena mulai kesulitan membiayai semua tunjangan itu.
Saudi mengalami defisit hampir US$ 100 miliar (Rp 1.386 triliun) tahun lalu, dan kondisi yang sama — atau malah lebih buruk — diperkirakan akan terjadi tahun ini.
Dana Moneter Internasional (IMF) belum lama ini memprediksi bahwa Saudi bisa kehabisan dana tunai dalam lima tahun ke depan atau kurang, jika harga minyak dunia tetap di bawah US$ 50 per barel.
Tingkat pengangguran juga cukup tinggi, yaitu 12% menurut data resmi pemerintah.
Beban lain yang mengancam anggaran adalah belanja pertahanan yang besar. Pengeluaran Saudi di bidang pertahanan mencakup 11% dari produk domestik bruto, prosentase tertinggi di dunia. Dan Saudi berniat meningkatkan angka itu tahun ini.
Heru Andriyanto/HA | beritasatu.com