Sekilas Sosok-Sosok Sastrawan Aceh
Inilah sebagian profil para penyair Aceh. Data-data mereka ini dikutip dari web milik Lapena, sebuah lembaga yang aktif melakukan kegiatan sastra di Aceh. Ini hanya sebagian dan masih banyak nama belum termasuk. Mereka tinggal tak hanya di Aceh, juga di luar Aceh. Sebut saja Wina SW (Jepang), Mustafa Ismail dan Fikar W. Eda (Jakarta), Sulaiman Tripa (Semarang), dan laninya. Ada pula yang sudah tiada seperti M. Nurgani Asyik, Doel CP Allisah, dan Maskirbi.
ANTON KIETING, adalah penyair dari Takengon, Aceh Tengah. Dalam puisinya Sajak Kepada Penyair (Bagi Maskirbi), ia menulis, Kini aku kehabisan kertas/Kehabisan tinta untuk bercerita/Sebab semua tak perlu lagi dikabarkan./…
ARAFAT NUR, lahir pada 22 Desember 1974. Di Aceh, dia sering berpindah-pindah tempat mengikuti orang tuanya. Pernah mengajar di Dayah Babussalam (1992-1999), pegawai honorer SMU Meureudu (1994-1999). Tahun 1999, pindah ke Lhokseumawe karena melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Agama Islam Malikussaleh (STAIM), Lhokseumawe. Sekarang bekerja sebagai jurnalis, meliput wilayah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Arafat Nur menulis puisi, cerpen, novel, dan artikel. Tulisannya tersebar di media massa; Nova, Media Indonesia (Jakarta), Waspada, Analisa (Medan), Serambi Indonesia, Aceh Ekspres, dan Kiprah (Aceh). Mengikuti pertemuan sastrawan se-Sumatera (1999). Beberapa cerpennya diadili dalam pengadilan sastra di Banda Aceh (2000). Pernah mendapatkan Hadiah Terbaik Lomba Penulisan Cerpen Taman Budaya Aceh (1999), Juara III Nasional Lomba Novel Forum Lingkar Pena (2005) dengan karya Percikan Darah di Bunga. Cerpennya terkumpul dalam Remuk (DKB, 2000). Puisinya terdapat dalam Keranda-Keranda (DKB, 2000), Aceh dalam Puisi (Syaamil, 2003), dan Maha Duka Aceh (PDS HB Jassin, 2005). Tiga Novelnya, Meutia Lon Sayang, Cinta Maha Sunyi, dan Percikan Darah di Bunga dalam proses terbit.
ARMIATI, lahir di Idi, 16 Februari 1971. Menyelesaikan studi di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Kini, mengajar di salah satu sekolah menengah pertama swasta di Bireum Bayeun, Aceh Timur. Sambil sesekali, menulis puisi dan cerpen.
ASA GAYO, dari namanya jelas, bahwa penyair ini berasal dari tanah Gayo –negeri dataran tinggi tempat lahirnya banyak penyair muda. Kini, ia terus menulis puisi. Dengan itu ia ingin mencatat sejarah. Seperti dalam puisinya, Tsunami.
AUDI NUGRAHA, lahir di Banda Aceh, 2 Oktober 1980. Aktif di Teater Nol Unsyiah dan Teater Kuala di Taman Budaya Aceh. Selain berteater, juga menjadi aktivis lingkungan, pasca lulus dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Jurusan Biologi, Universitas Syiah Kuala. Semasa mahasiswa, sempat tiga kali mengikuti Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PSMN), di Surabaya, Yogyakarta, dan Lampung.
AZHARI, lahir di Lam Jamee, 5 Oktober 1981, adalah penulis Yang Dibalut Lumut –cerpen terbaik penulis remaja Indonesia 2003. Ia kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Cerpen pertamanya, Karnaval, dimuat di Harian Serambi Indonesia pada 1999. Cerpen dan esainya dimuat di Kompas, Tempo, Media Indonesia, Jawa Pos, dan sejumlah media di Indonesia. Cerpen dan puisinya terdapat dalam beberapa antologi bersama. Pada 2004, ia menerbitkan buku kumpulan cerpen, Perempuan Pala. Saat ini, Azhari aktif di Komunitas Tikar Pandan –sebuah kelompok kebudayaan di Banda Aceh. Komunitas ini juga yang menerbitkan Jurnal Kebudayaan Titik Tolak.
D. KEMALAWATI, lahir di Meulaboh, 2 April 1965. Sajaknya terkumpul dalam beberapa antologi puisi bersama penyair Aceh, antologi penyair perempuan, dan dipublikasikan di beberapa media massa. Bekerja sebagai pendidik. Di Dewan Kesenian Banda Aceh duduk di komite sastra. Membaca puisinya di berbagai daerah dan luar negeri. Selain puisi, ia juga menulis cerpen. Cerpen terakhirnya dalam tahun 2004, Lelaki Berbahasa Ibu, terpilih sebagai finalis pada lomba penulisan cerpen guru se-Indonesia 2004 yang dilaksanakan Depdiknas.
DEDDY SATRIA, lahir di Banda Aceh, 6 September 1971. Pernah mengikuti Workshop Menulis Kreatif (2003) yang diadakan Kelas Oase –lapisan dari Komunitas Tikar Pandan, Banda Aceh. Menerbitkan puisinya, Hikayat Berdebu, dalam Jurnal Titik Tolak (Jalan Ganja, Edisi 1 Tahun 2004).
DENY PASLA, lahir di Langsa, 22 November 1968. Menamatkan Pendidikan Diploma III di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh (1992). Menulis esai, cerpen dan puisi di berbagai media massa di Aceh dan Sumatera Utara. Selain mengajar di SMP Negeri 2 Kejuruan Muda Sungai Liput, Aceh Tamiang, ia juga bekerja sebagai wartawan di Harian Berita Sore, Medan.
DHE’NA MAHDALENA, lahir di Banda Aceh, 20 Maret 1975. Aktif di Teater Mata pimpinan Maskirbi. Menulis puisi hanya untuk dibacakan sendiri. Ikut serta dalam pementasan teater Musyawarah Burung (1996), Meditasi Luka (1997), Jeeeh (2002) di Banda Aceh, dan Entah (2003) di Jakarta.
DOEL CP. ALLISAH, lahir di Banda Aceh, 3 Mei 1961. Lulusan Universitas Syiah Kuala ini pernah menjadi redaktur budaya Mimbar Swadaya (1985), redaktur budaya Aceh Post (1989), dan pernah menjadi reporter TPI Banda Aceh. Karyanya dimuat dalam antologi puisi Malam Perempuan Malam (Harian Waspada, 1984), Ranub (LEMPA, 1985), Nafas Tanah Rencong (DKA, 1993), dan Seulawah (Yayasan Nusantara Jakarta, 1995). Karya tunggalnya, Nyanyian Angin (1992, DCP Productions). Ia juga menjadi Wakil Ketua I Dewan Kesenian Aceh, 2000-2004. Sekarang tinggal di Meunasah Papeun, Lamnyong.
FARIDAH RONI, lahir di Takengon, Aceh Tengah. Bekerja sebagai pendidik di salah satu SMK di Banda Aceh. Aktif dalam membina organisasi dan kesenian di sekolah.
FIKAR W. EDA lahir di Aceh, 1966. Karyanya terhimpun di sejumlah buku kumpulan puisi: Antologi Puisi Indonesia ’87 (Dewan Kesenian Jakarta, 1987), Antologi Sastra Aceh Seulawah (Yayasan Nusantara – Pemda Aceh, 1996), Antologi Puisi Jilid 1 (Komunitas Sastra Indonesia, 1997). Kumpulan puisinya, Rencong, diluncurkan di Universitas Indonesia, 17 Oktober 2003. Saat ini bekerja sebagai wartawan Serambi Indonesia biro Jakarta.
FOZAN SANTA, lahir di Cot Mane, Gandapura, Aceh Jeumpa, pada 19 Maret 1975. Menyelesaikan pendidikan di Jurusan Sejarah dan Budaya, IAIN Sunan Kalijaga, Jogyakarta. Menulis sajak, esai, dan terlibat dalam beberapa reportoar di Teater Eska dan Sanggar Nuun serta pernah bekerja untuk satu-dua produksi film dokumenter Aceh. Sajak dan esainya termuat dalam Fasisme (Kalam Elkama, 1996) dan Takdir-takdir Fansuri (Dewan Kesenian Banda Aceh, 2003).
JINGGA GEMILANG, lahir di Idi, Aceh Timur, 16 Maret 1988. Kini, tercatat sebagai siswi Kelas II SMA Negeri 1 Kota Langsa. Berulangkali menang dalam lomba baca puisi, antara lain: Juara II Lomba Baca Puisi Tingkat SLTP, Juara II Lomba Baca Puisi Tingkat SMA dalam rangka Festival Lauser. Aktif di Teater. Ketika pelantikan Walikota Langsa, pernah dipercayakan tampil membaca puisi sebagai utusan sekolahnya. Pada Pekan Kebudayaan Aceh IV (PKA IV), pertunjukan teater tradisional, ia mendapat pemeran utama.
LK. ARA, lahir di Takengon, l2 Nopember l937. Pernah menjadi redaktur budaya Harian Mimbar Umum (Medan), Pegawai Sekretariat Negara, terakhir bekerja di Balai Pustaka hingga pensiun (1963-1985). Bersama K. Usman, Rusman Sutiasumarga dan M. Taslim Ali, mendirikan Teater Balai Pustaka (l967). Memperkenalkan penyair tradisional Gayo, To’et, mentas di kota-kota besar Indonesia. Menulis puisi, cerita anak-anak dan artikel seni dan sastra. Dipublikasikan di koran dan majalah di Indonesia, Malaysia dan Brunei. Karyanya yang sudah terbit, Angin Laut Tawar (BP, 1969), Namaku Bunga (BP, 1980), Kur Lak Lak (BP, 1982), Catatan Pada Daun (BB, 1986), Dalam Mawar (BB, 1988), Perjalanan Arafah (1994), Cerita Rakyat dari Aceh I,II (Grasindo, 1995), Seulawah; Antologi Sastra Aceh Sekilas Pintas (ed. YN, 1995), Berkenalan Dengan Sastrawan Indonesia dari Aceh (1997), Aceh Dalam Puisi (ed. Syaamil, 2003), Belajar Berpuisi (Syaamil), Pangkal Pinang Berpantun (ed. DKKP, YN, 2004), Pantun Melayu Bangka Selatan (ed.YN, 2004), Langit Senja Negeri Timah (YN, 2004). Puisinya dapat ditemukan dalam Tonggak,(1995) Monmata (1995), Horison Sastra Indonesia 1 (2002) dan Sajadah Kata (Syaamil, 2003). Mengikuti Kongres Bahasa Melayu se-Dunia, Kuala Lumpur (1995), PSN lX di Kayutanam, Sumatera Barat (1997), Pertemuan Dunia Melayu Dunia Islam, Pangkalpinang, Bangka (2003), Pertemuan Dunia Melayu Islam, Melaka, Malaysia (2004).
M. NURGANI ASYIK, nama lain Muhammad Nur, lahir di Simpang Mulieng, Aceh Utara, pada 9 Juli 1960. Memulai debut dalam dunia seni sejak 1975. Karyanya yang sangat sukses, menggebrak panggung pertunjukan Yokyakarta, melalui konser musik puisi Tumbal (1988), disusul Rhang Manyang si Penyair (1991). Tulisannya dipublikasikan dalam berbagai media cetak di Banda Aceh, Medan, Padang, Jambi, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, sampai ke Kuala Lumpur. Dalam periode 1985-1995, sang penyair mengembara dengan puisi-puisinya ke Meulaboh, Sabang, Lhokseumawe, Takengon, Langsa, Medan, Jambi, Padang, Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Tangerang, dan sebagian daerah di Jawa Tengah. Tahun 1978 lahir antologi perdananya, Senja-senja Yang Tajam (Swadana, Banda Aceh), E,e,e… (1980, Swadana, Banda Aceh), Kamera (1983, Swadana, Banda Aceh). Namanya juga ada dalam Ranub (1985, LEMPA, Banda Aceh), Malam Perempuan Malam (1985, Waspada, Medan; bersama penyair Sumatera Utara dan Aceh), Yang (1985, Swadana, Banda Aceh), Duri (1986, Waspada, Medan), Antologi Puisi Penyair Aceh (1987, Karya Prima, Jakarta), Nyanyian Sufi (1989, Insan Poetika Indonesia, Yogyakarta), Momentum (bersama sejumlah penyair Yogyakarta, 1989/1990, Sarjanawijaya), Pagelaran Syair-syair Tiga Kota (1990; bersama dengan Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), Alif Laam Miim (bersama penyair Yogyakarta, 1991, IAIN Sunan Kalijaga) dan Nirwana (1991, Wirofens; bersama penyair Yogyakarta dan Jawa Tengah). Nurgani juga tergabung dalam Refleksi Setengah Abad Indonesia dengan sejumlah besar penyair Indonesia (1995, Taman Budaya Surakarta), Seulawah (Yayasan Nusantara Jakarta), Mimbar Penyair Abad 21 (1996, Balai Pustaka), dan Puisi; Antologi Puisi Penyair Sumatera (1996, Taman Budaya Jambi). Puisi-puisinya juga terdapat dalam Nafas Tanah Rencong (1993, DKA, Aceh), Anak-anak Bumi-Anak-anak Langit (1995, Rampane Computer Al Singkili bna, Banda Aceh) dan Fragmen Kantin Bang Amat (Pasien-pasien Kesenian; 1998, Pesanggrahan, Banda Aceh ). Selebihnya, ada antologi Catatan Tragedi Hitam yang memuat 45 buah puisi panjang dan puisi pendek yang secara tematis sebagian terinspirasikan oleh perekaman peristiwa sosial di Aceh, meski dia bepergian ke luar Aceh, pada suatu ketika.
MASKIRBI, lahir pada 9 Oktober 1952 di Tapanuli Utara dengan nama asli Mazhar. Ibunya Nurhayati, ayahnya M. Alizar, Purnawirawan ABRI asal Susoh, Sikabu, Blang Pidie, Aceh Barat Daya. Putra pertama dari 10 bersaudara ini berkesenian diawali dengan Seudati bersama Ceh Hatta di Alue Paku, Sawang, Aceh Selatan, sejak tahun 60-an. Jiwa seni turun dari neneknya, Syeh tari PHO, dan ayahnya, penulis syair Aceh. Bergabung bersama Teater Muslim dan Teater Horison di Banda Aceh, tahun 70-an. Bersama teman-temannya membentuk Sanggar Kuala pada 1977. Selain menulis puisi, juga menulis cerpen dan drama. Pernah terjun ke dunia jurnalis. Karyanya bertebaran di pelbagai media massa di Aceh, Medan dan Jakarta. Puisinya terkumpul dalam Riak (Meulaboh, 1972), Kami Koma Kamu (Banda Aceh, 1977), Kande (BKKNI, Banda Aceh, 1982), Ranub (LEMPA, Banda Aceh, 1982), Antologi Penyair Aceh (Jabal Ghafur, 1986), Puisi Indonesia (DKJ, 1987). Naskah dramanya, Sketsa (1981), Raja Deumit (1984), Putroe TT (1983), Hudep Saree Mate Syahid (1984), Oh Anunya (1985). Maskirbi memperkenalkan pembacaan puisi massal di Banda Aceh sejak 1982 (Dramatisasi Puisi, Puisi Teateral, dan Musikalisasi Puisi). Magang di Bengkel Teater Rendra (1983) dan mengikuti Diklat Teater di Cipayung, Bogor. Sempat magang di Teater Kecil Arifin C Noer (1987). Ia sering terlibat dalam berbagai kegiatan kesenian, di samping mengadakan pementasan bersama Teater Mata yang dibentuk tahun 1982. Pernah menjadi pengurus Dewan Kesenian Aceh (DKA) dan pengurus Lembaga Penulis Aceh (LPA). Lelaki yang selalu bertopi ini telah bercerita banyak lewat antologi puisinya tunggalnya, Mata Harikah Matanya (1990) dan buku dramanya, Poma (Luka Ibu Kita; 1995). Lakon Poma ini dipentaskan beberapa kali di Banda Aceh dan Jakarta (1994), di Yogyakarta dan Surakarta (1995), dan di Bandung (1996) bersama Teater Mata yang dipimpinnya.
MH. AGAM FAWIRSA, nama pena Muhammad Hanafiah, kelahiran 12 Juli 1962. Pendidikan SD, SMP dan SMA diselesaikan di Kota Kuala Simpang. Pernah kuliah di Jurusan Ekonomi Managemen, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Tapi tak betah lalu cabut. Puisi, esai, dimuat di berbagai media di Aceh, Medan dan Jakarta; Waspada, Serambi Indonesia, Atjeh Post, Peristiwa, Aceh Ekspress, Swadesi, Tabloid Bintang Sport Film. Karyanya pada 1990-an sering dibaca untuk mengisi acara Sensasiku di Radio Cakrawala, Kota Kuala Simpang, Aceh Tamiang. Puisinya tersebar dalam Kemah Seniman Aceh (1990), Seulawah (Yayasan Nusantara Aceh, 1996) dan Maha Duka Aceh (PDS HB. Jassin, 2005). Kamus mini Bahasa Aceh –Indonesia yang disusunnya sudah dua kali cetak (2001 dan 2003). Pernah bekerja sebagai Kopoltir (bagian Iklan), lalu menjadi wartawan dan kontributor SKM Atjeh Post, membantu SKH Bukit Barisan biro Aceh Timur, Majalah Delik Debat, wartawan Free Lance/News Strengger untuk berbagai media cetak. Pernah bekerja sebagai Humas di Rencong Aceh Musik Sport (RAMS) Productions yang mengantarkan Roxi Band Kota Kuala Simpang ikut All Indonesian Final Music Rock Festival versi Log Zheulebour di Kota Malang dan Surabaya (1990 dan 1991) dan Aceh Rock Band (ARB) Kuala Simpang, serta juara favorit All Indonesia Final Music Rock Festival versi Log Zheulebour di Yogyakarta (1993). Meliput Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) III (1988) di Banda Aceh; Rampai Festival Budaya Melayu se-Dunia (2003) di Pekan Baru, Riau dan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) IV (2004) di Banda Aceh. Sekarang bekerja sebagai wartawan Waspada, Medan. Bersama Deny Pasla, memegang mandat Dewan Kesenian Aceh (DKA) Kabupaten Aceh Tamiang.
MOHD. HARUN AL RASYID, lahir di Laweung Pidie, 5 Maret 1966. Menjadi wartawan Serambi Indonesia dari 1990-1994 dan wakil sekretaris Dewan Kesenian Banda Aceh sampai tahun 1999, dan tahun 2000 sebagai ketua I Dewan Kesenian Aceh dan mengundurkan diri pada 2001 karena melanjutkan program doktoral. Puisinya termuat antara lain dalam Kemah Seniman Aceh(1990), Nafas Tanah Rencong(1992), Seulawah(1995) dan Keranda-Keranda(1999)
MUHAMMAD IRVAN, beberapa kali mengirimkan puisi dan cerpen dalam lomba. Namun belum pernah menang. Ia lahir di Panteraja, 16 tahun yang lalu. Kini sekolah di SMU Negeri Trienggading. Ia mengagumi cerpen Azhari. Khususnya, Yang Dibalut Lumut. Ia ingin jadi penulis.
MUSTAFA ISMAIL, lahir di Aceh, 25 Agustus 1971. Puisinya tersiar di sejumlah antologi bersama, antara lain Seulawah (1995) dan Mimbar Penyair Abad 21 (1996). Sehari-hari bekerja sebagai wartawan di Jakarta.
MUSTIAR AR, akrab dipanggil Oneh Kubu, lahir di Meulaboh, 15 April 1967. Ikut dalam even kolosal tentang adat perkawinan Aceh Barat, Semalam di Bumi Teuku Umar dan drama dua babak, Tewasnya Teuku Umar dan Perjuangan Cut Nyak Dien (Jakarta, 1993). Puisinya dimuat di berbagai media massa: Kiprah, Santunan, Atjeh Post, Peristiwa, dan Serambi Indonesia. Puisinya juga terkumpul dalam antologi bersama; Nuansa Pantai Barat (LEMPA Banda Aceh, 1993), Halimun Malam (Hsb Club, 1994), Deru Pesisir (Sanggar Sebaya, 1994), Antologi sastra Aceh Sekilas Sepintas (Yayasan Nusantara Jakarta, 1995).
MUSTIKA AJERSO, ingin menulis puisi sepanjang hayat. Penyair dari Takengon ini tak kuasa menahan perasaan atas apa yang terjadi. Puisi, menjadi salah satu jalan mengekpresikan semua itu.
NURDIN F. JOES, lahir di Sigli, 4 Januari 1963. Sarjana Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, program studi Bahasa Inggris pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh (1990). Memenangkan berbagai lomba cipta puisi, satu yang terpenting, saat puisinya Weep for the Children of the Land (Menangislah untuk Anak-anak Negeri) masuk 10 Besar Pemenang Lomba Cipta Puisi Untuk Kemerdekaan Namibia (Towart Namibian Independence) yang diselenggarakan Kantor Penerangan PBB (UNIC) Jakarta pada tahun 1987. Menlu RI saat itu, Muchtar Kusumaatmadja dan Sekjen PBB Javier Perez De Cuellar bahkan menyebutkan puisi tersebut sebagai suara pemuda Indonesia bagi pembebasan masyarakat Namibia dari penindasan politik Apartheid. Hadir dalam beberapa Forum Sastra dan Budaya di Malaysia serta Konvensyen Dunia Melayu di Malaka. Puisi-puisi pegawai negeri sipil pada Kantor Gubernur Nangroe Aceh Darussalam ini terkumpul dalam beberapa antologi yang terbit di Aceh, Medan, Jakarta dan Kuala Lumpur, antara lain Seulawah (Yayasan Nusantara Jakarta, 1995) dan Mimbar Penyair Abad 21 (Balai Pustaka, 1997), Antologi puisi tunggalnya berjudul Surat dari Belantara (1988), Sengketa (1990), dan Langkah Ketiga (1994).
REZA INDRIA, penyair kelahiran Lam U, Aceh Besar, 16 Maret 1981. Puisi, esai, dan cerpennya, dimuat dalam beberapa jurnal dan antologi bersama. Puisinya, juga dimuat Kompas minggu kedua April 2005. Saat ini, aktif di Komunitas Tikar Pandan dan Koordinatoriat Bangkit Aceh.
RIANDA, dengan nama asli Asriani. Lahir di Aceh Barat, 20 April 1966. Menamatkan pendidikan di Universitas Iskandarmuda Banda Aceh (1993). Sudah mulai menulis puisi semenjak di bangku sekolah menengah pertama. Karyanya terdapat dalam beberapa antologi: Puisi Pantai Barat, Langkah, Antologi Sastra Seulawah, Penyair Perempuan “Kemilau Musim” dan Puisi Penyair Wanita Aceh.
RIDWAN AMRAN, lahir di Lama Inong yang sekarang bernama Kota Bahagia, Kecamatan Kuala Batee, Aceh Barat Daya (Abdya). Semasa muda hidup di pengembaraan sambil menimba pengalaman. Pernah bertahun-tahun di Sibolga dan Medan. Juga pernah menjadi pelaut di kapal niaga. Kreativitas menulis cerpen, novel, dan puisi dimulai tahun 1960-an dan 1970-an. Karya-karyanya banyak yang dimuat di surat kabar dan majalan terbitan Medan dan Jakarta. Menjalani saat-saat setengah tua kini menjadi pegawai negeri sipil di Kanwil Departemen Perhubungan Aceh dan sudah pensiun. Anehnya, penulis yang satu ini tidak pernah menyimpan arsip dari semua karya-karyanya. Alasannya gampang: apalah arti sebuah nama.
RITA DAHLIA, lahir di Banda Aceh pada 10 Februari 1964. Puisi-puisinya tersimpan rapi di buku catatan harian. Tak pernah diterbitkan. “Rumah kami di Panteraja, jadi tempat pengungsi,” katanya.
ROSNI IDHAM, lahir di Desa Sawang Mane, Nagan Raya, pada 6 Maret 1953. Menulis puisi sejak 1978, saat menjadi penyiar radio pemerintah di kota Meulaboh. Puisinya dimuat di berbagai media terbitan Aceh, Medan, Jakarta, dan Malaysia. Kumpulan puisi tunggalnya, Sawang Manee Erat Sekejap (1988). Puisinya juga terangkum dalam Kande (1982), Kemah Seniman Aceh (1990), Nafas Tanah Rencong (1992), Titian Laut (Malaysia), Puisi Indonesia (DKJ, 1995), Seulawah (1995), Musim Bermula, Kemilau Musim (HPSBP, Jakarta). Sering tampil dalam berbagai even untuk membaca puisi dan sebagai pemakalah dalam seminar.
SAIFULLAH THAHIR, lahir di Pidie, pada 5 Agustus 1971. Menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Semasa kuliah, aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Seni Putroe Phang. Banyak kegiatan seni diikutinya, baik tingkat regional maupun nasional. Mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Universitas Syiah Kuala, ini sekarang memimpin Forum Kemanusiaan dan Persaudaraan Aceh.
SALMAN YOGA S yang lahir di Takengon, 5 Juli 1973, tercatat sebagai sastrawan muda dari Gayo dalam Leksikon Susastra Indonesia (Balai Pustaka, 2000) dan tertera dalam Buku Pintar Sastra Indonesia (Kompas, 2001). Menyelesaikan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Kini, mengajar di Universitas Gadjah Putih, Takengon dan wartawan tabloid kesenian Warna dan Redaktur Media Aceh Tengah. Aktif di Dewan Kesenian Takengon sebagai Ketua I, Ketua Himpunan Seniman Muda Gayo, dan Ketua Teater Reje Linge, Takengon. Karyanya dimuat di Republika, Media Indonesia, Kedaulatan Rakyat, Solo Pos, Pikiran Rakyat, Bernas, Analisa, Waspada, Serambi Indonesia, dan berbagai tabloid lainnya. Antologi puisinya, Sajak-Sajak Rindu (1995). Terhimpun juga dalam antologi Gendewa (1999), Aceh Mendesah dalam Nafasku (1999), Pasar Kembang (2000), Embun Tajali (2000), Antologi Puisi dan Geguritan (2000), Jakarta dalam Puisi Mutakhir (2000), Dalam Beku Waktu (2002), Takdir-Takdir Fansury (2002), Selama Rencong adalah Tanda Mata (2002), dan Aceh Maha Duka (2005). Dalam bentuk kaset, Langitpun Mulai Merapat (1997), Mencintai Aceh dengan Asap Ganja (1999). Dalam visual, BELBES (2003) dan VCD Ceh Kucak Gajah Putih (2004). Naskah teater, Aku Memanggilmu Ine, Kami Rindu Aman (pentas di Taman Budaya Aceh, 2002), Tungku (pentas di Takengon, Jakarta, dan Yogyakarta, 2003).
SUJIMAN A. MUSA, lahir di Aceh Tengah, 7 Desember 1948. Menulis puisi sejak 1960-an. Sudah menerbitkan sebuah kumpulan puisi, Cemara. Mempublikasikan karyanya di berbagai media massa. Melukis adalah hobi yang digeluti dengan tekun. Berkali-kali ikut dalam pameran lukisan bersama rekan pelukis Aceh. Lukisannya berukuran besar terpajang rapi hampir di seluruh bagian rumahnya di kawasan Jeulingke. Ketika tsunami tiba, tak satu pun lukisan itu bisa terselamatkan. Dua orang terkasih, istri dan anak bungsunya pun, ikut tenggelam dalam lumpur hitam yang dahsyat. Kepala Dinas Kebudayaan Nanggroe Aceh Darussalam, ini juga pernah mendukung beberapa sinetron produksi TVRI Banda Aceh.
SUKRAN DAUDY, adalah seniman dari Takengon. Saat tsunami, ia berada di Banda Aceh mengikuti Musyawarah Dewan Kesenian Aceh (DKA). Saat ini, aktif menulis puisi.
SULAIMAN JUNED, pernah memakai nama pena, Soel` J. Said Oesy. Lahir di Desa Usi Dayah, Pidie, 12 Mei 1965. Menulis puisi, cerpen, esai, reportase budaya, naskah lakon skenario sinetron dan pragmen. Sejak 1980-an, karyanya dimuat di Harian Serambi Indonesia, Warta Unsyiah, Santunan, Kiprah, AR-Raniry Post, Peristiwa, Aceh Ekspress, Aceh Post, Peristiwa (Aceh), Waspada, Dunia Wanita, Analisa (Medan), Riau Post (Pekanbaru), Singgalang, Haluan, Mimbar Minang, Padang Ekspress, Saga, Palanta, Ekspresi Seni (Sumatera Barat), Independent (Jambi), Lampung Post (Lampung), Suara Karya, Republika, Media Indonesia, Horison (Jakarta), Majalah Dewan Bahasa dan Sastera (Malaysia). Puisi termuat dalam, Podium (1990), Bunga Rampai Pariwisata (Pustaka Komindo, Jakarta, 1993), Kumpulan Penyair Banda Aceh (DCP. Production, 1993), Hu (Teater Kuala, 1994), Teriak Merdeka (1995), TTBIJ (IPMM, Medan, 1995), Ole-Ole (Antologi Baca Puisi Keliling Aceh, bersama penyair Mustafa Ismail, Ceka, 1994), Surat (Komunitas Seni Kuflet, Padangpanjang, 2000), Dalam Beku Waktu (Koalisi NGO HAM Aceh, 2002). Antologi esai Takdir-Takdir Fansury (DKB, 2002). Bersama penyair Nurgani Asyik, mempopulerkan Pengadilan Puisi di Aceh. Mantan Sekretaris Redaksi Warta Unsyiah, mantan Redaktur Budaya SKM, Peristiwa, mantan Redaktur Budaya Majalah Kiprah, mantan Redaktur Jurnal Palanta dan Ekspresi Seni STSI Padangpanjang, mantan Pemimpin Redaksi Majalah laga-Laga STSI Padangpanjang, mantan Pemimpin Redaksi Bulletin Ceurana Jurusan Bahasa dan Sastera Indonesia FKIP Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Dosen tetap di Jurusan Seni Teater, STSI Padangpanjang; Dosen luar biasa di Jurusan Bahasa dan Sastera Indonesia FKIP, Universitas Muhammadiyah, Sumatera Barat; Guru Bidang Studi Bahasa dan Sastera Indonesia dan Pendidikan Kesenian, SMA Sore, Padangpanjang. Ia juga dikenal sebagai sutradara teater dan telah membawa keliling Aceh, Medan, Padang, Riau, Palembang, Lampung, Bengkulu, Yogyakarta, Solo, dan Jakarta. Kini tinggal di Padangpanjang.
SULAIMAN TRIPA, lahir di Panteraja, 2 April 1976. Pernah mengelola Kelompok Diskusi Sabtu Sore di Banda Aceh –kelompok diskusi yang difasilitasi Komunitas Tikar Pandan. Esainya, Hukom Suloh (2001), salah satu esai terbaik untuk perdamaian Aceh. Mengisi beberapa antologi dan bunga rampai. Baru saja menulis novel Malam Memeluk Intan (2005). Bukunya, Kala Senja di Gampong Tua, sedang dalam proses terbit.
SYARIFUDDIN ABe, lahir di Jaman Masjid, 23 Desember 1971. Sekitar 200 puisinya hilang dalam tsunami 26 Desember lalu. Sempat bertarung dalam gelombang tsunami saat mencari anak dan isterinya yang ternyata sudah mengungsi di Masjid Raya Baiturrahman. “Aku bersyukur Tuhan masih memberi umur untukku sekali lagi,” katanya. Selama di tempat pengungsian, Bandara Sultan Iskandar Muda, sempat menulis beberapa puisi. Sekarang memimpin Teater Bola, Banda Aceh. Semasa mahasiswa aktif membaca sajak dan puisinya dari kampus ke kampus. Banyak puisinya bertemakan kritik sosial dan menentang kebijakan miring. Mantan Ketua Senat Mahasiswa IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (1997-1999), itu kerap memimpin aksi dalam menentang Orde Baru yang akhirnya jatuh pada 21 Mei 1998 –sebagai konsekuensi menjadi pemimpin mahasiswa.
WINA SW1 suka menulis dan membaca puisi, berteater, memotret, dan bertualang. Puisi dan cerpennya pernah dimuat di beberapa media cetak. Puisinya juga terkumpul dalam sejumlah buku antologi bersama, antara lain: Seulawah (Antologi Sastra Aceh, 1995), dan Dalam Beku Waktu (antologi puisi dan lukisan, 2002). Mantan wartawati Majalah Tiara, Jakarta, itu adalah staf pengajar di Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Saat ini, ia sedang studi program doktor di Universitas Kyoto, Jepang.
WIN RUHDI BATHIN, adalah penyair dari dataran tinggi, Takengon, Aceh Tengah. Sampai saat ini, masih menulis puisi sebagai bagian mengekspresikan segala fenomena alam yang nyata.
WIRATMADINATA, Lahir pada 29 Juli 1968, di Takengon. Selama sepuluh tahun bekerja sebagai wartawan Serambi Indonesia (1990-2000). Pernah sebagai koresponden Surat Kabar Suara Pembaruan di Banda Aceh; wartawan Majalah GAMMA di Jakarta hingga tutup, dan sejak 2002 bekerja di Majalah GATRA Jakarta. Menyelesaikan pendidikan hukum di Universitas Muhammadiyah, Banda Aceh, dan kursus International Human Rights Law pada Diplomacy Training Program, University of New South Wales, Australia. Tiga tahun mengenyam pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Sambil sekolah dan bekerja, aktif di dunia teater dan menulis sastra. Dua kali mendapat penghargaan nasional sebagai pembaca puisi terbaik; Meraih Piala HB Jassin (1993) dan Penghargaan Mendikbud Fuad Hasan (1989). Bermain bersama Satu Merah Panggung, Ratna Sarumpaet (Alia, Luka Serambi Mekah) dan satu panggung dengan Zainal Abidin Domba dalam SEKDA karya Rendra bersama Teater Tanah Air pimpinan Jose Rizal Manua. Selebihnya ia menulis puisi dan bermain dalam berbagai pementasan.
YUN CASALONA adalah nama populer dari Yun Enizas. Lahir di Meulaboh, 3 Agustus 1964. Penyair dan pekerja teater ini, pernah kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Tapi tak betah. Mulai berkesenian sejak 1981 dan meraih juara pertama lomba akting tahun 1990. Bermain dalam beberapa film (sinetron), antara lain: Tak Sangsi (TPI, 1991) Kebersamaanmu Semu (TVRI, 1993) dan Amat Rhang Manyang (2003). Karya teater yang ditulisnya: Si Rhang Manyang, Pelangi Kehidupan, Ranjang Revolusi, Ainun, Labang Donya dan Patriot serta sebuah antologi puisi dan cerpen Bunga Matahari (2004). Selain menjadi master of ceremony, pimpinan Teater Kuala Banda Aceh ini juga sering mementaskan atraksi debus hingga ke negera jiran, Malaysia.