Bulan Pecah hingga Malam di Rex Hasbi Burman
Hasbi Burman
Bulan Pecah
Selepas senja
angin lirih berkata
pada sekeping harapan
yang lena
menggergaji kelam
tenggelam satu-satu kepingan
nyenyak dalam dengkur musim
sekali-sekali kulik elang
Selepas senja
ada desah
antara patroli angin
di jenjang taman budaya
hiruk-pikuk sendu
mengunyah yang itu-itu
belum jemu-jemu
rayu haru biru
bulan rindu
Selepas senja
malam temaram kelamnya
kelamnya hingar-bingar
hati sembunyi di balik cahaya
yang tertawa
yang merasa
lewat cahayanya
bulan belah dua
jadi kerak sirna
Selepas senja
cahaya tiarap di punggung sejoli
kerak remuk jadi birahi
di selangkang sejoli
cahaya bulan
tiba-tiba sunyi
dipukul cahaya sejoli
angin malam terbahak pergi
Selepas senja
ada-ada saja kelelawar
bersilangan dengan kunang-kunang
dengan riuh tetabuhan
malam sangat panjang
sebalik halimun
tarian bayang-bayang
kunang-kunang padam
ditampar mercuri
sejoli terlihat birahi
tidak beranjak pergi.
Taman Budaya Aceh, Maret 2014
Keudah
Remang lampu kota menyibak selendang senja
Ketika semilir mengayuh kenangan lama
Ada yang tak terucap ketika mencium wangi malam
Tiba-tiba kabut menjamah geliat pinggang desa
Ada yang merendam di bibir sungai
Bayang-bayang meresahkan
Hati begitu bergetar disentuh oleh semacam rasa
Gugusan angin dari laut meluruhkan
Sampai batas ceria
Bercanda sorot mata dengan warna-warni lampu kota
Riak sungai yang perak Krueng Aceh membelah suasana
Bagi mereka yang tak pernah jadi
Ternyata hanyut tenggelam dalam hati
Di desa yang bernama ini, tawar menawar
Hanya sebuah basa-basi
Pada akhirnya kehidupan semakin menua Mempertahankan harga diri
Memandang ke udik sungai ungu jauh sekali
Merdu nyanyian perawan-perawan tanggung yang dipingit
Menggelepar dalam sejuk malam
Yang ingin melepas diri dari jerat serang laba-laba.
Desember, 1992
Suatu Malam di Rex
Untaian itu bergulir di atap Peunayong
Bersenggama dengan angin malam
Ketika kita membuat sebuah perenungan
Di pucuk kenangan semakin bergelantungan
Nafas dalam hening sekali
Berdesah di ubun kita
Membuat sebuah perencanaan
Di bukit-bukit semu
Kita halau rindu.
Untaian itu bergulir
Pada tanah yang tandus
Kecuali pada cahaya merkuri
Di seberang sana
Penuh angan-angan pada bumi ini
Yang kita temui cuma bayangan.
Untaian itu bergulir
Pada diri yang hampa
Tanda apa-apa
Kecuali sebuah nyanyian malam
Bergema di balut mimpi.
Untaian itu bergulir
Ketika mata rebah dalam pesona
Yang penuh bunga.
Untaian itu bergulir
Malam semakin ke ujung
Angin turun halus berbaris
Menyisir daun-daun kering
Ketika kita sadar
Cinta semakin meranting
Patah satu-satu.
Hasbi Burman lahir Calang, Aceh Jaya, 9 Agustus 1955 dan meninggal di Blang Bintang, Aceh Besar, 11 Maret 2024. Ia tak hanya menulis puisi dalam Bahasa Indonesia, juga menulis syair dalam Bahasa Aceh. Ia dikenal sebagai Presiden Rex, karena ketika muda menghabiskan malam-malamnya di Rex, Penayong, Banda Aceh, sebagai juru parkir.