Puisi 

Puisi Mustafa Ismail: Jika Aku Harus Pergi

jika suatu saat aku harus pergi karena jarum-jarum malam sudah turun, simpan semua buku yang pernah kita tulis dan baca — jangan pernah menangis karena aku ingin selalu melihat matamu cerlang

aku tak pernah ke mana-mana
selalu berada di tubir gunung memastikanmu selalu tegak berlari dan berlari,
sesekali mengutuk kegelapan yang turun terlalu awal

padahal kau masih harus menyusuri rel yang panjang, mungkin sambil
menahan sakit kepala karena terlambat sarapan
sementara gerbong kereta seperti labirin penuh aroma bacin.

aku bukanlah masinis terbaik bagi kereta yang kau tumpungi
tapi aku selalu memastikan langkahmu tak terseok-seok
mengejar fajar tiap habis subuh — setelah kau mandi sambil menahan gigil
Bayangkanlah kau sedang berendam di air hangat; begitu selalu kataku.

Aku tidak pernah jauh, meski kau merasa buku-buku telah terbakar
oleh puting beliung yang berkali-kali menghantam — aku selalu ada
dalam doa burung-burung yang singgah tiap pagi di pohon-pohon di luar halaman.

Kau jatuh bangun, aku tahu kau kerap memaki batu-batu dan kerikil
di jalan kecil rumahmu. Tapi itu adalah bekal bagimu untuk terbang makin tinggi
seperti sekumpulan baja yang kerap kau tumpangi setiap kau kangen raflesia

aku yakin kau percaya bawah simpang jalan adalah tempat terbaik untuk bertemu.
Tapi kita tidak pernah tahu kapan pemilik simpang itu memanggil.
Maka maafkanlah jika aku tak sengaja menendang kerikil dan batu-batu lalu menghujam kakimu

Percayalah bahwa halaman-halaman buku yang terlepas dan berserakan
akan menyatu kembali jika angin timur bertiup sepoi dan fajar kembali
merekah membentuk sebuah rumah untuk kita singgah — atau mungkin kita tinggali —
biarlah langit yang menulis riwayat itu.

Jika pun kita tidak pernah sampai ke sebuah rumah,
yakinlah gang-gang yang permah kita susur dan jalan berlumpur
yang kadang menyergap– akan menjadi rumah yang lain
Tangan-tangan langit sudah begitu detil menulis riwayat hidup

Mungkin saja aku lebih dulu harus pulang — seperti penyair
yang berangkat tadi pagi — tapi sekali lagi: jangan pernah menangis.
Sebab aku ingin selalu melihat bibirmu merekah dan matamu bercahaya
memantulkan kota-kota yang pernah kita singgah.

271122
MUSTAFA Ismail

Berita Terkait

Leave a Comment