Tokoh Aceh Bahas Peradaban di Pararadja Jakarta
CAFE dengan sajian menu khas Aceh terus lahir dan mewarnai dunia kuliner di Ibukota Jakarta. Salah satunya Pararadja Cafe dan Bistro, terletak di Jalan Poltangan Tanjung Barat Jakarta Selatan. Cafe ini langsung menarik perhatian para pemburu cita rasa khas Aceh.
Berbagai aktivitas digelar di sana. Salah satunya Sahabat Kuliner Aceh (SKA), beberapa waktu lalu menyelenggarakan kenduri Maulid Nabi Muhammad SAW. Bersamaan dengan itu juga diluncurkan menu baru Kuah Beulangong Aceh Rayeuk.
CEO Pararadja Cafe & Bistro Teuku Munawarsyah mengatakan, ide menambah menu Kuah Beulangong sudah lama ingin diwujudkan. “Alhamdulillah berkah maulid nabi, sudah bisa kita jalankan. Mudah-mudahan ini menjadi sambutan hangat pelanggan di Pararadja,” kata pria cekatan ini.
Cafe Pararadja ini berada dalam manajemen Amazing, sebuah perusahaan yang mengelola sejumlah hotel dan resto.
Cafe Pararadja adalah tempat tongkrongan baru. Banyak tokoh Aceh menjamu koleganya di tempat ini. Suasana cafe, sungguh sangat nyaman dan bebas. Berada di tempat ini seolah berada di puncak dengan pemandangan alam terbuka. Bedanya jika di kawasan puncak, mata dimanjakan dengan hijau pohon, di sini kita memandang atap rumah dengan aneka model.
Sejumlah buku dipajang di rak yang mudah dijangkau. Sambil ngopi, sekaligus menikmati bacaan tentang Aceh.
Seperti umumnya kedai atau warung kopi Aceh, dapur masak berada di bagian depan. Terutama dapur pengolahan kopi. Pengunjung mendapat hiburan atraksi kopi saring.
“Kami sangat respek menjadikan Kuah Beulangong sebagai salah satu menu andalan. Ini menjadi pilihan sangat prospektif karena bisa mengobati kerinduan para diaspora Aceh terhadap warisan budayanya,” ujar Kamal Farza, yang juga pengacara dan penggemar olahraga asah otak “peh bate” ini.
Di kedai inilah, pada Minggu (12/11/2023) lalu, Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh Prof. Dr. Wildan, M.Pd bertemu dengan tokoh Aceh Ahmad Farhan Hamid, penyair Mustafa Ismail, Fikar W.Eda, J Kamal Farza, dan teknokrat Muhammad Amin Usman, dan lain-lain.
Prof Wildan menyampaikan rencana menggelar Kongres Peradaban Aceh (KPA) di ISBI Aceh. Kongres ini kelanjutan dari kongres sebelumnya pada 2015. Prof Wildan didampingi Munzir dan Beni Andiko. Prof Wildan tiba bersama sang istri.
Farhan Hamid, Mustafa Ismail,M Amin Usman, dan Fikar W.Eda adalah pihak yang merancang kongres tersebut sejak awal. Ketika itu membahas tentang bahasa-bahasa di Aceh. Hasil akhirnya adalah menerbitkan buku ejaan bahasa Aceh. Sayang sekali buku ini belum juga terbit, meski seluruh bahan sudah siap.
Prof Wildan sangat bersemangat melanjutkan kongres. Selain penting untuk Aceh, karena terkait dengan peradaban, juga diharapkan menjadi magnet baru bagi Jantho, Aceh Besar, tempat kampus ISBI Aceh berdiri.
Farhan Hamid, Mustafa Ismail, Fikar W Eda dan M Amin Usman menyatakan dukungan dengan ide melanjutkan kongres. “Dulu kita berharap kongres bisa diselenggarakan setiap dua tahun,” kata Farhan Hamid, mantan Wakil Ketua MPR RI dan salah seorang yang berperan dalam kelahiran UU Pemerintahan Aceh.
Pertemuan itu diselingi sajian nasi goreng Aceh, teh tarik, kopi saring dan lain-lain. Sorenya, di tempat itu juga hadir sejumlah tokoh Aceh, ada Taufiqulhadi, Sayuti Is, Agam Ilyas, Ir Syaiful Bahri dan banyak lagi. Rupanya Taufiqulhadi membuat jamuan dengan menu mie Aceh, gulai Aceh dan banyak lagi. Begitulah suasana kedai Aceh. Selalu ramai.
FIKAR W EDA