Peristiwa 

Panitia Kongres Peradaban Aceh Temui Wakil Donatur

JAKARTA – Panitia Kongres Peradaban Aceh 2015 bertemu wakil donatur di Menteng, Jakarta, Senin, 7 Maret 2016. Mereka adalah Ahmad Farhan Hamid (Ketua Panitia), Mustafa Ismail (Sekretaris), Fikar W Eda, Fadjri Alihar dan Irham Isten. Mereka diterima tokoh Aceh Adnan Ganto (Dewan Komisaris Morgan Bank Ltd, New York), Mustafa Abubakar (mantan Menteri BUMN/mantan Pj Gubernur Aceh) dan Mayjen (Purn) Sulaiman AB (Mantan Komandan Puspom TNI).

Panitia melaporkan bahwa kegiatan Kongres yang digelar di Banda Aceh pada 9-10 Desember 2015 dan dibuka oleh Menteri Pendidikan Anies Baswedan itu telah berjalan dengan lancar dan menghasilkan sejumlah keputusan. Mustafa Ismail mengatakan, salah satu keputusannya adalah bahasa-bahasa lokal di Aceh masuk kurikulum di sekolah.

Selain itu, Kongres juga memutuskan perlunya majelis bahasa lokal di pronvinsi dan tiap daerah, termasuk penggalian, penguatan dan promosi bahasa, serta penerbitan kamus bahasa lokal masing-masing. “Hal lain perlunya pembentuk lembaga yang mengawal dan memastikan kongres berlansung dengan baik,” ujar Mustafa.

Farhan Hamid menambahkan bahwa kongres disepakati berlangsung reguler tiap dua tahun. “Pada 2017 kongres dilaksanakan di Tamiang atau Sabang, “ kata Farhan Hamid. Dalam kongres di Banda Aceh pada Desember itu, Farhan menambahkan, telah terpilih Ketua Badan Pekerja Kongres yakni Sjamsul Kahar dan sekretaris Yarmen Dinamika.

Setelah panitia memaparkan panjang lebar perjalanan kongres, mereka menyerahkan laporan kegiatan berbentuk bundel yang dicetak lux setebal sekitar 200 halaman, lengkap dengan foto, makalah, dan standarisasi ejaan bahasa Aceh.
Ketiga tokoh Aceh itu menyambut baik kegiatan Kongres Peradaban Aceh itu. “Kita berharap semoga ada manfaatnya bagi masyarakat,” kata Adnan Ganto dalam kesempatan itu.

Adapun Mustafa Abubakar mengatakan Aceh membutuhkan ruang lebih banyak bagi kebudayaan setelah Aceh didera konflik. “Dengan cara seperti ini, nilai-nilai Aceh bisa dibangkitkan kembali,” ujarnya. Ia menyatakan kebudayaan bisa menyatukan semua golongan dalam masyarakat.

Hal senada dikatakan Sulaiman AB. Ia menilai kebudayaan merupakan cara berdiplomasi yang paling tepat untuk menyatukan masyarakat Aceh. “Apalagi disebutkan semua bahasa Aceh itu setara,” ujarnya. Ia mengatakan akan lebih bagus ke depan kegiatan Kongres ini diselenggarakan oleh pemerintah. “Ini sudah ada bentuk dan konsepnya, tinggal menjalankannya saja.” [SATUACEH.COM]

Berita Terkait

Leave a Comment