Memberi Tip untuk Pak RT Termasuk Korupsi
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut ada sejumlah perilaku masyarakat yang masuk wilayah korupsi. Perilaku itu terjadi dalam lingkup keluarga, komunitas dan publik. Memberi uang lebih kepada petugas untuk mempercepat pengurusan KTP atau KK termasuk korupsi.
“Memberi uang atau barang kepada Ketua RT atau Ketua RW, Kades, Lurah saat keluarga melaksanakan hajatan juga korupsi,” kata Kepala BPS Suryamin
saat merilis Indeks Perilaku Anti Korupsi Indonesia 2015 di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Senin, 22 Februari 2016. Perilaku korupsi dengan memberi uang pada tokoh adat, agama, masyarakat, ketika menjelang hari raya juga korupsi. “Pada 2015 (kasusnya) meningkat jadi 46,42 dari tahun 2014 yaitu 45,17.”
Termasuk tindakan korupsi juga ketika petugas KUA meminta uang tambahan transportasi ke tempat acara akad nikah. “Sekitar 75 persen masyarakat menilai kurang wajar tindakan tersebut,” tutup Suryamin.
Dalam lingkup keluara, menurut dia, sikap istri yang menerima uang pemberian suami di luar penghasilan suami tanpa mempertanyakan asal-usul uang tersebut juga termasuk perilaku korupsi. Namun hal ini dari tahun ke tahun semakin menurun. “Tahun 2015 jadi 76,04 sebelumnya 2014, 78,65,” ujar Suryamin.
Begitu pula seorang pegawai negeri berpergian bersama keluarga menggunakan kendaraan dinas untuk keperluan pribadi. Angkanya pada 2015 naik menjadi 79,05. “Meningkat dari sebelumnya tahun 2014, 78,11.”
Orang tua mengajak anaknya dalam kampanye Pemilu atau Pemilukada demi mendapatkan uang saku yang lebih banyak, juga masuk dalam perbuatan korupsi. Seseorang yang mengetahui saudaranya tanpa izin mengambil uang orang tuanya tapi tak melapor kepada orang tuanya, itu juga tindakan korupsi.
Ia mengatakan indeks perilaku anti korupsi (IPAK) Indonesia mulai menurun pada 2015. Pada 2015, IPAK tercatat sebesar 3,59 untuk skala nol sampai lima. Indeks tersebut menurun sebesar 0,02 persen dari angka 3,61 pada 2014. Suryamin menjelaskan, angka penurunan anti korupsi ini merupakan gambaran secara nasional. Penelitian dilakukan di 170 Kabupaten atau Kota di 33 provinsi.
“Dipilih 10 ribu RT (rukun tetangga), responden adalah Kepala rumah tangga,” ujarnya. [detik.com | viva.co.id]