Peristiwa 

1300 Ijazah Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Terancam Tertunda

Anggota Komisi VIII dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih, meminta segera dilakukannya revisi atas Peraturan Menteri Agama (PMA) No 68/2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan. “Agar tidak terjadi pro-kontra berkepanjangan, dan kemudian merugikan khalayak yang lebih luas ,” ujarnya di sela kunjungan kerja spesifik Komisi 8 DPR RI ke Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta Jumat (29/1).

Ihwal pro-kontra itu bermula ketika Peraturan Menteri Agama No. 68/2015 terbit, menggantikan PMA No. 11/2014 yang mengatur tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan. Buntutnya, sebanyak 350 guru besar dari berbagai insitut perguruan tinggi islam di Indonesia mengadu ke DPR RI untuk menolak diberlakukannya PMA 68/2015.

PMA tersebut dianggap langkah mundur, karena telah mengebiri otonomi dan dinamika demokratisasi di kampus. “Beberapa pasal dianggap mengebiri proses pemilihan rektor secara demokratis, dari sebelumnya langsung via mekanisme voting, menjadi tidak langsung,” terang Fikri.

Fikri mendesak masalah pro-kontra PMA segera diselesaikan, karena sudah mulai mengganggu kepentingan yang lebih luas. Dalam audiensi dengan pihak senat kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, diketahui terdapat 800 wisudawan yang ijazahnya belum bisa keluar karena masih menunggu rektor definitif. Di sisi lain, 500 lulusan UIN sudah siap juga menjalani wisuda. “Jadi ada total 1300 wisudawan yang masih menunggu ijazah,” imbuh Fikri.
Fikri menambahkan, pihak Senat UIN Sunan Kalijaga mencermati perihal pasal 6 dan 10 pada PMA no. 68/2015 yg terkait dengan proses pengangkatan & pemberhentian rektor tanpa voting.

Padahal di PMA sebelumnya, yakni PMA no.11/2014, mekanisme voting tetap melibatkan tiga unsur: pemerintah(35%), internal (35%), dan eksternal (30%). Ketentuan ini sama seperti model Pemilihan rektor di Perguruan Tinggi yang berada di bawah Kemenristek-dikti.

Permasalah PMA menjadi kian pelik, terlebih bagi UIN yang tengah menjalani proses pemilihan rektor baru, seperti UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan UIN Raden Fatah Palembang. “Dinamika yang ada mendesak untuk diterbitkannya peraturan pengganti atau penangguhan proses sementara,” ucap Fikri.
Fikri berpendapat, “Idealnya pemilihan rektor tetap mengakomodasi aspek assessment untuk memastikan kapabilitas (kualifikasi) sebagai calon rektor dan aspek election untuk menjamin akseptabilitas (legitimasi) rektor terpilih.”

Berita Terkait

Leave a Comment