Tekno 

TV Bekas Made In Kusrin

Sebuah inovasi seringkali hadir karena kondisi terdesak atau sekadar ingin memanfaatkan barang yang ada. Itulah yang dilakukan oleh Muhammad Kusrin yang membuat televisi dari tabung bekas monitor komputer.


Berbekal kemampuan meracik televise tersebut, Kusrin mendirikan badan usaha kelas kecil yang diberi nama UD Haris Elektronik yang berlokasi di Karanganyar, Jawa Tengah. Dalam sehari dirinya mengaku bisa memproduksi sekitar 150 unit televisi rakitan dengan jumlah teknisi yang bekerja padanya sekitar orang. Jadi, dalam satu hari para teknisi bisa mengerjakan hingga 50 unit televisi.
Namun, upaya inovasi Kusrin tidak bisa berjalan lancar. Sebab terhambat oleh regulasi tentang Standar Nasional Indonesia (SNI). Walhasil, upaya Kusrin selama empat tahun pun harus dimusnahkan dalam waktu hanya lima menit. Alasannya, produk TV buatan Kusrin tidak memenuhi standar SNI.
Kusrin dituduh melanggar pasal 120 (1) jo pasal 53 (1) huruf b UU RI no 3/2014 tentang Perindustrian serta Permendagri No 17/M-IND/PER/2012 , Perubahan Permendagri No 84/M-IND/PER/8/2010 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Terhadap Tiga Industri Elektronika Secara Wajib.
“Hasil kerja saya selama empat tahun habis dalam lima menit. Modal saya habis,” kata Kusrin di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (18/1/2016).
Namun tak lama kemudian, upaya Kusrin mendapatkan penghargaan dari pemerintah. Kementerian Perindustrian akhirnya memberikan SNI kepada UD Haris Elektronika. Alasannya, usaha milik Kusrin telah memenuhi seluruh kriteria yang diperlukan seperti penggunaan komponen baru untuk casing dan mesin.
“Untuk inovasi yang telah dilakukan UD Haris Elektornika, hingga produk TV buatannya dinyatakan lolos uji di Balai Besar Barang Teknik dan berhak mendapatkan serifikat SNI,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin.
Menurut Saleh, kasus seperti Kusrin bukan terjadi karena kesengajaan, tapi karena pelaku usaha tidak tahu tentang regulasi yang harus diikuti. Karena itu, menjadi kewajiban pemerintah membina pelaku usaha kecil dan menengah yang belum mengetahui kewajibannya untuk segera mengurus SNI.
“Bagi warga masyarakat yang mengetahui di sekitarnya ada kegiatan usaha yang belum ber-SNI bisa dibantu informasikan ke kami agar kami bisa memberikan pendampingan. Saya harap peran aktif Pemerintah Daerah juga,” kata Saleh.


Kini, usaha Kusrin sudah memberikan hasil bagi warga sekitar meski dengan skala usaha yang masih tergolong kecil dan menengah. “Saya bisa gaji pekerja sesuai standar gaji UMP (Upah Minimum Provinsi) di Karanganyar,” katanya bangga.

Berita Terkait

Leave a Comment